Rabu, 22 Desember 2010

RUU Intelijen Berpotensi Langgar HAM

Direktur Hubungan Eksternal Imparsial, Poengky Indarti (Antara/ Ismar Patrizki)
VIVAnews - Imparsial meminta agar draf RUU Intelijen yang sedang dibahas di DPR jangan terburu-buru disahkan. Karena draf RUU tersebut dinilai belum sepenuhnya mengakomodasi prinsip supremasi sipil, akuntabilitas, transparansi, rule of law, serta pengakuan terhadap HAM sebagai prinsip-prinsip negara yang demokratis.


Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, menjelaskan draf RUU tersebut belum mengatur secara detail tentang mekanisme penyadapan.

"Ketiadaan pengaturan yang baku tentang mekanisme penyadapan berpotensi melanggar hak-hak privasi warga negara," kata Poengky di Kantor Imparsial, Jakarta, Selasa 21 Desember 2010.

Semestinya, lanjut Poengky, tindakan intelijen untuk melakukan penyadapan diatur dalam mekanisme yang rinci di dalam Undang-Undang Intelejen guna menghindari terjadinya penyalahgunaan kewenangan maupun kekuasaan.

Menurut Poengky, pengaturan mekanisme pengawasan dalam RUU Intelijen negara hanya dilakukan dalam bentuk pengawasan parlemen. Tidak ada ketentuan yang mengatur pengawasan internal, pengawasan eksekutif, maupun pengawasan hukum.

Dari sisi organisasi, RUU Intelijen negara tidak menjabarkan diferensiasi struktur dan spesialisasi fungsi. "RUU Intelijen negara tidak membagi wilayah kerja antara intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen militer, dan intelejen penegakan hukum secara tegas," ujarnya.

RUU Intelijen Negara juga belum dapat memisahkan antara struktur yang bertanggungjawab dalam membuat kebijakan dengan struktur yang bertanggungjawab secara operasional pelaksana kebijakan. Padahal mestinya, menurut Poengky, ke depan seluruh lembaga intelijen termasuk aktor keamanan yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan intelijen berada di bawah struktur departemen setingkat menteri.

Selain itu, tambah Poengky, RUU Intelejen ini juga masih belum mengatur mengenai kode etik intelijen yang mencakup kewajiban, hak, dan larangan bagi seluruh aktifitas dan aspek intelijen. "Tidak menyebutkan bagaimana mekanisme untuk menyampaikan komplain," kata Poengky.

Poengky menegaskan, Imparsial sangat mendukung pembahasan RUU Intelijen di parlemen yang melibatkan kelompok masyarakat sipil. "Adalah penting bagi parlemen untuk mengakomodasi sebanyak mungkin pandangan-pandangan publik yang mengiginkan agenda reformasi intelijen dapat terakomodasi dalam undang-undang intelijen," ujarnya.

Maka, lanjut Poengky, akan sangat bijak bagi parlemen dan pemerintah untuk lebih berpikir dan mengedepankan penyempurnaan substansi RUU Intelijen terlebih dahulu. "Ketimbang harus buru-buru mengesahkannya," tambah Poengky. 
Sumber: VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar