Kamis, 01 Juli 2010

“GURITA PAROKHIALISME MAHASISWA”

Berbudaya politik parokhial ,reaksioner, mudah didikte, areferensi, ahistori, serta apolitik itulah kira-kira cerminan mahasiswa sekarang ini..!
Kurangnya peran mahasiswa dalam kehidupan sosial masyarakat akhir-akhir ini. Khususnya yang menyangkut identitas mahasiswa sebagai kaum terpelajar atau yang lebih akrab sering disebut intelektual muda yang tentunya berfungsi menyumbangkan ide, gagasan dan memberikan solusiterhadap permasalahan bangsa dan negara khusnya terhadappermasalahan masyarakat.
Sikap apatis mahasiswa terhadap masyarakat tadi, mulai terasa dan menguat sekitar pasca tragedi reformasi(1998). Sikap dan perilaku mahasiswa seperti ini ternyata tidak hanya terjadi dikampus-kampus di Jakarta akan tetapi praktis hal ini sudah menjalar dikampus-kampus yang lainnya. Hal ini akan lebih jelas terlihat nampak. dari orientasi sikap nilai mahasiswa sekarang ini, yang lebih cenderung berpikir instant/pragmatis. Serta ada kecenderungan mahasiswa sekarang akan lebih enjoy dan merasa senang jika berada ditempat-tempat hiburan seperti Mal Diskotek dan sebagainya.
Sikap apatis mahasiswa seperti halnya diatas tadi hal terjadi bukan karena tidak adanya ajaran kampus atau nilai dasar perguruan tinggi yang tidak menghimbau/mengajak mahasiswanya untuk mengabdi terhadap masyarakat akan tetapi hal ini terjadi karena ketidak tahuan/keawaman mahasiswa sekarang dalam memahai arti peran dan fungsi masiswa itu sendiri..!
Lantas akhirnya yang terjadi ialah mahasiswa selalu di sibukkan dengan kegiatan-kegiatan kampus yang bersifat monoton seperti halnya kegiatan musik,seminar yang tanpa adanya kontribusi yang ril terhadap masyarakat sehingga akhirnya malah menjauhkan kampus dari masyarakat.

Parokhialisme berpikir dan Bertindak.
Mahasiswa yang dianggap oleh masyarakat sebagai kelompok yang terpelajar dan mempunyai intelektual yang cukup tinggi dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang lainnya. Serta mampu berpikir kritis, rasional, menjungjung tinggi nilai-nilai Demokrasi dan tentunya yang tak kalah pentingnya ialah berpikir otonom dan berbudaya politik partisipan . Lantas apakah anggapan ini masih relevan untuk mahasiswa sekarang ini? Lantas apakah mahasiswa sekarang ini mempunyai sifat-sifat seperti halnya diatas tadi? Mungkin anggapan tinggalah anggapan, mahasiswa sekarang hanyalah mahasiswa yang selalu sibuk didalam kampus, dan yang paling menyedihkan lagi dari mahasiswa sekarang ialah mahasiswa yang tidak mapu berpikir otonom dan partisipan. Hal ini bisa terlihat jelas ketika terjadinya suksesi kepemimpinan dalam organisasi kemahasiswaan intara kampus.
Tidak sedikit mahasiswa dijadikan obyek sensus politik oleh mahasiswa yang lainnya guna diajak dan dimobilisasi untuk memeilih salah satu calon pemimpin organisasi kemahasiswaan tanpa mereka mengetahuai visi-misinya yang jelas. Serta yang paling memilukan lagi dari budaya politik mahasiswa itu ialah ternyata umumnya berbudaya politik parochial hal ini bisa dilihat dari parisipasi politik mahasiswa, dalam menentukan pemimpin/wakilnya yang duduk di lembaga kemahasiswaan yang lebih banyak dimobilisasi dari pada atas dasar kesadaraan sendiri. Hal ini dikuatkan dengan rendahnya partisipasi politik mahasiswa. Realitas ini sangatlah bertentangan dengan status kelompok mahasiswa yang tingkat pendidikannya cukup tinggi. Dalam pendekatan budaya politik dikatakan bahawa, “faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang menganut budaya politik parochial,subjek atau partisipan ialah tingkat pendidikan. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka orang itu akan lebih partisipan/subjek dalam arti memahami akan arti pentingnya partisipasi politik yang otonom, tanpa campur tangan orang lain. Akan tetapi sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka orang itu akan semakin “rendah tingkat partisipasinya” atau lebih cenderung berbudaya politik parokhial (awam terhadap sistem dan nilai-nilai politik).
Fenomena berpikir dan bertindak parochial pun tidak hanya terjadi dalam lingkup kampus, diluar kampuspun kelompok mahasiswa dianggap oleh sebagian kelompok organisasi masyarakat sebagai kelompok yang sangat mudah dimobilisasi oleh kelompok-kelompok organisasi tertentu untuk ikut dan terlibat menjadi anggota organisasi tertentu yang dilarang oleh pemetrintah/dinggapa sesat (Al Qiyadah, aliran Al-Qur’an suci dll) . Hal ini bisa dilihat dari berbagai kasus yang terjadi belakangan ini seperti merebaknya organisasi-organisasi sosial keagamaan yang dianggapa sesat yang banyak merekrut anggotanya dari kelompok mahasiswa. Hal ini karena kelompok mahasiswa ialah kelompok yang sangat efektif dan mudah untuk diajak menjadi salah satu anggota kelompok organisasi tertentu. Lantas sampai kapankah hal ini terjadi? Mari kita gunakan akal sehat kita dan pemahaman akan arti seorang mahasiswa.
Foto: www.prayudi-wordpress.com
Keterangan: Artikel ini ditulis  pada awal tahun 2008. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar