Minggu, 04 Juli 2010

Merayakan 4 Tahun Rezim SBY-JK

Sebuah Catatan Politik Untuk Pak SBY dan Pak JK di Awal Tahun 2009.
Gombal, Penipu Kedaulatan Rakyat (GOPEK) itulah kira-kira julukan yang tepat untuk Rezim hari ini, sebagai catatan di awal tahun 2009. Rezim yang tidak konsisten dan istiqomah dengan janji dan tugasnya sebagai mandataris rakyat. Rezim yang telah mendistorsi tujuan dan kepentingan negara. menjadi tujuan dan kepentingan pribadi, kelompok serta golongannya. Terlalu.

Benarklah hal ini? Tentu kita sepakat jawabannya ya! Lantas kemudian apa buktinya? Hampir 4 (empat) tahun lebih bahkan mendekati 5 (lima) tahun umur pemerintahan Rezim SBY-JK, kita masih melihat dengan jelas belum adanya perubahan-perubahan yang radikal dan signifikan direpublik ini. Dibidang ekonomi, kita masih melihat tingginya angka kemiskinan, pengagguran, dan minimnya lapangan pekerjaan. Dibidang politik, kita masih melihat banyaknya politisi-politisi busuk yang berkeliaran, konflik-konflik politik diberbagai daerah yang selalu menghiasi media massa di negeri ini dan selalu mengorbankan rakyat jelata. Dibidang hukum, sosial dan budaya nampaknya masih tidak jauh berbeda dengan bidang ekonomi dan politik yang belum ada perubahan yang signifikan.

Ditambah lagi dengan persoalan sistem demokrasi kita yang telah kehilangan ruh politik dan makna subtansialnya. Yaitu demokrasi yang masih sibuk dalam wilayah debatebel format dan prosedural belaka, serta kurang memperhatikan makna subtansinya. Sehingga demokrasi kita hanya bisa menghasilkan demokrasi untuk demokrasi, belum mampu menghasilkan; kesejahteraan , kebebasan, keadilan, kemanusian, dan menumbuhkan semangat solidaritas yang kuat diantara sesama manusia Indonesia. Lantas mengapa hal ini terjadi?

Jawabannya tentu sangat sederhana, yaitu karena demokrasi kita telah dibajak dan dikangkangi oleh orang-orang “non kaum demokrat” yang pada dasarnya mereka tidak menghendaki praktik berdemokrasi. Sehingga akibatnya, demokrasi kita masih jalan ditempat. Dalam pengertian bahwa demokrasi yang diterapkan di Indoensia sekarang ini masih demokrasi prosedural dan belum mampu menuju demokrasi subtansial. Sehingga makna demokrasi-pun sekarang ini mulai bergeser. Yang awalnya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat menjadi dari rakyat, oleh pejabat, dan untuk pejabat.

Naifnya Pemimpin Hari Ini
Meminjam istilah orang Belanda yang mengatakan “leaden is lijden” yang artinya “memimpin adalah jalan menderita” maka bagaimana dengan pemimpin Indonesia hari ini? Berbicara penderitaan, mereka belum siap menderita demi rakyatnya, berbicara tentang kemiskinan mereka sebenarnya belum pernah berbuat apa-apa untuk menghapuskan kemiskinan, dan sebaliknya mereka malah mengekploitasi kemiskinan menjadi komoditas kampanye politik (political campaign) demi mendapatkan simpatik rakyat.

Sangatlah jelas bahwa pemimpin-pemimpin hari ini belum siap hidup menderita demi kebahagian rakyat dan bangsanya. Kondisi ini juga diperparah lagi dengan mental-mental pemimpin kita hari ini yang sangat naif dan tak tahu diri dengan kondisi negara yang sedang carut-marut diberbagai sektor. Seharusnya mereka menyiapkan dan menyusun agenda perubahan demi terselesaikan persoalan bangsa dan negara . Tapi, apa yang mereka lakukan? Mereka malah sibuk berlomba-lomba berebut “kue” kekuasaan baik di legislatif maupun di eksekutif yang sangat tidak subtansial. Sungguh sangat naif bukan?

Maka sudah tidak ada waktu dan pilihan lain bagi kita sebagai generasi baru, melainkan harus segera merapatkan barisan, menyusun agenda perubahan dan menyatakan sikap politik kedepan serta menolak pemimpin-pemimpin yang bergaya kepemimpinan seperti rezim SBY-JK, Soehartois, dan Pecundang Reformasi. Sekali lagi perlu kita pastikan baik sipil atau militer, muda maupun tua, jawa maupun non jawa, jikalau mereka masih anak kandung ideologis SBY-JK, Soehartois, dan pecundang Reformasi, maka sudah menjadi keharusan bagi kita, untuk mengatakan tidak terhadap mereka! Kerena sesungguhnya apa yang kita perjuangkan ialah tiada lain semata-mata demi merubah fakta hari ini menjadi fakta hari esok yang lebih baik. Semoga!!!  (Nursailan Anggota Gerakan Mahasiswa Sosialis Universitas Nasional)

Selengkapnya -

DPD Dipersimpangan Jalan?

Dewan Perwakilan Daerah ialah sebuah lembaga Legislatif yang lahir secara konstitusional pada tahun 2001, ketika disahkannya perubahan amandemn ke-3 UUD 1945. akan tetapi seacra faktual dan yuridis pertama kali lembaga ini lahir pada bulan oktober tahun 2004 pada saat semua anggota DPD yang baru dilantik dan diambil sumpah jabatannya.
lima tahun keberadaan lembaga ini menghiasi sistem keparlemenan Indonesia, akan tetapi belum terdengar gaungnya lembaga ini dalam mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan rakyat khususnya rakyat daerah. mengapa demikian? hal ini karena sejatinya DPD sebagai lembaga negara dalam cabang kekuasaan legislatif tidak mempunyai fungsi dan kewenangan legislasi "apa-apa".
lantas dengan demikian apakah lembaga ini mau diperkuat atau dibubarkan? tentu diperkuat dan dibubarkan sama-sama harus melalui amandemen kembali UUD 1945 untuk yang kelima kalinya. tanpa amandemen sangat sulit DPD bisa kuat, karena DPD tidak bisa berharap lebih terhadap UU Susduk yang baru. (Nursailan). 

Share on Facebook
Selengkapnya -